FGD PRESISI: Perubahan UU Kementrian Berpotensi Jadi Beban Anggaran Negara, Suburkan KKN & Birokrasi Tidak Efisien



Jakarta - Penstudi Reformasi untuk Demokrasi dan Anti Korupsi (PRESISI) kembali menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan Tema "Prerogatif Presiden Bagi-Bagi Kekuasaan ataukah Penguatan Sistem Presidensial" Pada (29/5/2024). 


Di masa transisi kepemimpinan Presiden Jokowi, publik kembali dikejutkan dengan adanya persetujuan Badan Legislasi (BALEG) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 


Direktur Presisi, Dr. Demas Brian Wicaksono, S.H., M.H. dalam open spechnya menyampaikan perubahan RUU Kementerian Negara adalah alat bagi-bagi kekuasaan. 


"Bisa kita anggap RUU Kementerian Negara adalah alat bagi-bagi kekuasaan Presiden untuk kroni-kroni yang membantu pemenangan putra sulungnya sebagai wakil presiden terpilih pada pilpres 2024" Ungkap Direktur Presisi. 


“Menghapus batasan jumlah 34 Kementerian dalam pasal 15 dan menyerahkan jumlah kementerian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Presiden merupakan ancaman serius. Karena hanya memperhatikan efektifitas tanpa efisiensi” imbuhnya. 


Titi Anggraini, S.H., M.H. akademisi Universitas Indonesia menambahkan bahwa RUU tersebut berpotensi menimbulkan beban anggaran negara serta pelayanan birokrasi yang tidak efisien. 


"Pembahasan dan persetujuan RUU Kementerian Negara terkesan dikebut, dan menutup partisipasi publik dan pelayanan birokrasi yang menjadi tidak efisien. Belum lagi penambahan anggaran negara yang dibebankan dari pajak yang dipungut dari rakyat” ungkap perempuan yang juga menjabat sebagai pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM).


Anehnya, penambahan kursi menteri melalui RUU Kementerian Negara tidak memiliki urgensinya sama sekali kata Narasumber lain Prof. Ikrar Nusa Bhakti, Ph. D. Salah satu mantan Duta Besar (DUBES) di Tunisia. 


"Apa urgensinya sehingga harus menambah kursi menteri melalui perubahan RUU Kementerian Negara? hari ini saja banyak kementerian yang ada hanya sebatas menampung janji-janji politik kekuasaan. Tidak ada untungnya bagi rakyat” Tegas Prof. Ikrar Nusa Bhakti, Ph. D. 


Hadir pula Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Dr. Charles Simabura, S.H., M.H. yang menegaskan bahwa  banyaknya kelembagaan berpotensi memperluas tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 


"Semakin banyak kementerian dan kelembagaan maka semakin luas potensi garong-garong melakukan praktek tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme" Tegas Dr. Charles Simabura, S.H., M.H.


Di akhir FGD mengerucut pada kesimpulan bahwa penambahan kursi menteri hanyalah mempersiapkan bagi-bagi kekuasaan koalisi gemuk pemerintahan mendatang, argumentasi pemerintah untuk kepentingan rakyat hanyalah "kosmetik politik" saja.(Red)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FAST AWARD diberikan kepada DR Soesilo Aribowo,SH.MH Pengacara Tipikor Nomor Satu di Indonesia

Advokat Hartono Tanuwidjaja, S.H.,M.H, Kuasa Hukum Penggugat Harap Sidang Kedepan bisa lanjut ke Tahap Mediasi.

Mayjen TNI (purn) H. Syamsul Djalal,SH,MH dan KETUA UMUM Pengurus Besar Santri dan Ulama Indonesia DR.H. Tubagus Bahrudin,SE,MM, Dua Tokoh Besar Mendukung Sultan Sayid Fuad Untuk JAMBI SATU